Dalam suatu kelompok masyarakat
tertentu penderita kurang gizi merupakan masalah yang amat pelik da tidak mudah
penanganannya. Kekurangan gizi merupakan penyakit tidak menular yang terjadi
pada sekelompok masyarakat disuatu tempat. Umumnya penyakit kekurangan gizi
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menyangkut multidisiplin dan selalu
harus kontrol terutama masyarakat yang tinggal di negara-negara baru
berkembang. Selanjutnya karena menyangkut masyarakat banyak, kekurangan gizi
yang terjadi pada sekelompok masyarakat tertentu menjadi masalah utama di
dunia. Masalah penyebab kekurangan gizi (=malnutrisi) dalam kelompok masyarakat
saat ini merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia.
Secara nyata malnutrisi di bidang
kesehatan masyarakat merupakan penyakit gizi yang secara kontinu berpengaruh
terhadap pertumbuhan. Berdasarkan penyelidikan dan pengalaman, ada dua hal
penting yang berhubungan dengan malnutrisi dan hal yang perlu diperhatikan
dalam usaha memperbaiki status gizi, yaitu:
1.
Faktor makanan saja
2.
Standar hidup secara nasional tinggi
Kelompok masyarakat yang berpeluang terkena risiko menderita
penyakit kurang gizi adalah:
1.
Kelompok masyarakat miskin
2.
Kelompok usia lanjut yang dirawat di RS
3.
Kelompok peminum alkohol dan ketergantungan
obat
4.
Kelompok masyarakat yang tidak mempunyai
tempat tinggal (fenomena modernisasi)
Kejadian penyakit kurang gizi dan masalahnya meliputi :
1.
Masalah biologik dan sosial
2.
Masalah tingkat kekurangan gizi
3.
Masalah kelaparan
4.
Masalah lingkungan
A.
Masalah
Biologik dan Sosial
Penyebab mendasar dari masalah ini
adalah ketidakcukupan pasokan zat gizi ke dalam sel. Meskipun banyak disebabkan
oleh kekurangan zat gizi yang esensial, tetapi faktor penyebabnya sangat
kompleks, yaitu faktor pribadi, sosial, budaya, psikologis, ekonomi, politik
dan pendidikan. Masing-masing faktor relatif penting sebagai penyebab
malnutrisi sesuai dengan keadaan waktu dan tempat yang diperoleh individu
tersebut. Sebaliknya, bila pengaruh faktor-faktor ini hanya bersifat sementara,
malnutrisi bersifat akut dan apabila tidak segera diperbaiki dengan cepat,
kehidupannya tidak akan menjadi lebih panjang bahkan kehidupannya kan terancam.
Demikian sebaliknya, sedangkan bila sifatnya tetap da tidak disembuhkan,
malnutrisi menjadi kronis. Bila situasi ini berjalan dalam waktu yang lama dan
berat, kan terjadi kematian.
B.
Masalah
Kekurangan Gizi
Keadaan penyakit kekurangan gizi
terbagi menjadi dua kelas berikut :
1.
Penyakit kurang gizi primer
Contoh : pada kekurangan zat gizi
esensial spesifik, seperti kekurangan vitamin C maka penderita mengalami gejala
scurvy, beri-beri karena kekurangan B1.
2.
Penyakit kurang gizi sekunder
Contoh : penyakit yang disebabkan oleh adanya
gangguan absorpsi zat gizi atau gangguan metabolisme zat gizi.
C.
Masalah
Kelaparan
Beberapa tempat dibelahan dunia
terdapat perbedaan yang mencolok satu dengan yang lain sehingga menimbulkan
kesengsaraan hidup dan orang terbuang karena malnutrisi. Jika kejadian pada
manusia yang menderita meluas, hal itu kan melibatkann cara ukur. Ada beberapa
pertanyaan yang timbul yang perlu diajukan untuk mengukur masalah, yaitu :
1.
Berapa jumblah yang menderita malnutrisi
2.
Dimana kejadiannya
3.
Penyebab malnutrisi
4.
Kemiskinan
5.
Kekuatan
6.
Populasi
7.
Politik
D.
Masalah
Lingkungan
Ekologi dalam bahasa Grek adalah oikos yang artinya adalah ‘rumah’.
Banyak faktor kekuatan yang berasal dari rumah keluarga, dimana disini terjadi
proses interaksi antara anggota keluarga. Dengan demikian, dalam suatu sistem
biologik yang bersifat sangat komplek sehingga kemungkinan besar akan
memproduksi penyakit. Hal-hal yang menyebabkan malnutrisi adalah banyak
variasi, tingkat dan kombonasi. Keadaan ini seringkali merupakan komplikasi
dari penyakit TBC, parasit usus, atau sepsis kulit. Pada kenyataanya, telah
diketahui bahwa terdapat suatu sinergi antara malnutrisi dan infeksi. Umumnya
kejadian serius pada penyakit malnutrisi terjadi karena masing-masing komponen
bekerja bersama-sama dan tidak sendiri. Keadaan ini dapat digambarkan secara
epidemologi sabagai variabel triad yang merupakan tiga faktor yang mempengaruhi
kejadian penyakit malnutrisi: 1) host, 2) agent dan 3) Lingkungan.
1.
Agent: variabel agent sebagai penyebab
malnutrisi adalah kurang makan.
2.
Host: termasuk dalam variabel ini adlah
bayi, anak dan orang dewasa. Penyebabnya adalah penyakit, tingkat pertumbuhan
yang tinggi, hamil, kerja berat, cacat lahir, lahir prematur, dan faktor
pengaruh perorangan, seperti masalah emosional.
GAMBAR
1
Interaksi
Tiga Variasi Epidemik yang Merupakan Tiga Faktor
Penyebab
Terjadinya Malnutrisi (Traid)
Host
Disease
Agent evironment
GAMBAR
2
Hierarki
Derajat Penyebab Kejadian PEM, ( Waterlow, 1992)
|
|
|
Derajat 2
|
|
|
|
Derajat 5
Derajat 5
Gejala malnutrisi :
1.
Protein kalori malnutrisi (Kwashiorkor
dan marasmus)
2.
Anemia
3.
Hipovitaminosis A dan Xerophthalmaia dan
4.
Endemik Golter
Masalah pertama terfokus pada
prevalensi kemudian menilik pada penyakit kekurangan vitamin dan mineral.
KEP
|
Kwashiorkor
(Kekurangan Protein)
Pola menyusu menyangkut budaya.
Kwashiorkor adalah istilah pertama dari Afrika, artinya sindroma perkembangan
anak di mana anak tersebut disapih tidak mendapatkan ASI sesudah datu tahun
karena menanti kelahiran bayi berikutnya. Makanan penggantin ASI sebagian besar
terdiri dari pati atau gula, tetapi kurang protein baik kualitas dan
kuantitasnya.
Gejala kwashorkor
Gejala umum kwashiorkor adalah sebagai
berikut:
·
Pertumbuhan dan mental mundur,
perkembangan mental apatis
·
Edama
·
Otot menyusut (kurus)
·
Depegmentasi rambut dan kulit
·
Karakteristik di kulit: timbul sisik,
gejala kulit ini di sebut dengan flaky paint dermatosisi
·
Hipoalbuminemia, infiltrasi lemak dalam
hati yang reversible
·
Atropi dari kelenjar Acini dari pankreas
sehinggga peroduksi enzim untuk merangsang aktivitas enzim untuk mengeluarkan
juice duodenum terhambat, diare
·
Anemia moderat (selalu bentuk
normokhromik, tetapi sering kali bentuk makrosotik)
·
Masalah diare dan infeksi menjani
komponen gejala klinis
·
Menderita kekurangan vitamin A,
dihasilkan karena ketidak cukupan sintesis plasma protein pengikat retinol
sehingga sering kali timbul gejala kebutuhan yang tetap/permanen.
Metabolisme Abnormal
Perubahan metabolisme karena kekurangan
protein adalah kekurangan pengaruh cairan dan elektrolit, protein, lemak,
vitamin dan mineral.
Cairan dan Elektrolit
Karakteristik kwashiorkor adalah
gangguan spesifik terhadap metabolisme cairan dan elektrolit. Total cairan
tubuh meningkat, di tandai dengan reduksi total kalium tubuh dan retensi
natrium. Gangguan cairan dan elektrolit ini di tandai dengan terjadinya
hipoalbuminemia, gangguan fungsi hormon, depresi fungsi sel enzim dan sirkulasi
gagal.
Metabilisme protein,
lemak, vitamin dan mineral
Tingkat pengosongan protein dari
ekstremitas mempunyai tingkat tingkat yang berbeda antara organ dan jaringan.
Umumnya pengambilan protein jaringan seperti mukosa dan sekresi kelenjar sistem
gastrointestinal banyak dipengaruhi. Gangguan fungsi metabolik yang
terkonsentrasi pada protein seperti enzim dan plasma drah, juga terjadi
penurunan asam amino bebas dari ekstremitas.
Fungsi abnormal pada trasport lipid
darah dari kontribusi ekstremitas rendah vitamin A, terutami vitamin larut
lemak. Perubahan juga terhadi pada katabolisme lemak dan sintesis lemak serta
kekurangan lemak esensial. Konsentrasi vitamin A darah rendah. Kebutuhan
vitamin dan mineral untuk metabolisme juga menurun. Keadaan yang sering terjadi
adalah kasus kekurangan besi dan cuprum.
Etiologi
Indikasi yang jelas pada kwashiorkor
yaitu kekurangan protein (protein malnutrisi), baik kualitas atau kuantitas
protein ataupun kedua-duanya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perbaikan sel
yang rusak, tetapin umumnya cukup kebutuhan kilokalori. Kilokalori dipenuhi
oleh pati foodstuffs (lihat gambar 2. Multi-etiologi).
Penderita protein malnutrisi biasanya
terjadi pada :
1.
Anak lepas susu (disapih) umur 1-4
tahun.
2.
Tempat di daerah tropikal, subtropikal
di mana ekonomi, sosial, budaya merupakan kombinasi faktor ini yang kerap
menimbulkan protein malnutrisi pada anak-anak.
3.
Anak-anak yang sedang dirawat inap
karena pembedahan atau hipermetabolik.
Marasmus
Marasmus adalah suatu keadaan
kekurangan protein dan kilokalori yang kronis. Karakteristik dari marasmus
adalah berat badan sangat rendah.
Gejala Marasmus
Gejala umum marasmus adalah:
·
Kurus kering
·
Tampak hanya tulang dan kulit
·
Otot dan lemak bawah kulit atropi
(mengecil)
·
Wajah seperti orang tua
·
Berkerut/keriput
·
Layu dan kering
·
Diare umum terjadi
Masalah Penyebab
Marasmus
Marasmus terjadi karena adanya
faktor-faktor sebagai berikut:
·
Masalah sosial yang kurang menguntungkan
·
Kemiskinan
·
Infeksi
·
Mikroorganisme pathogen penyebab diare
·
Kecepatan pertumbuhan melambat
·
Tidak ada dermatitis atau depigmentasi
·
Tidak ada edema
·
Tumbuh kerdil, mental, dan emosi
terganggu
·
Menarik diri dari lingkungannya
·
Suhu tubuh subnormal karena tak
mempunyai lemak subkutan yang menjaga tetap hangat
·
Aktivitas metabolisme minimal
·
Jantung melemah
Metabolisme Abnormal
Metabolisme dalam stadium terhambat,
terjadi perubahan metabolisme cairan, elektrolit, protein, lemak, vitamin, dan
mineral.
Cairan Tubuh dan
Elektrolit
Serupa pada kwarshiorkor, terjadi
pengosongan natrium, terutama bila terjadi diare persisten, tidak tardapat
penahanan air sehingga keadaan ini sangat kontras dengan keadaan kwarshiorkor.
Protein, Lemak,
Vitamin, dan Mineral Metabolisme
Meskipun kadar protein serum terganggu,
tetapi kejadiannya lebih tinggi daripada kwarshiorkor. Umumnya kekurusan
terjadi kerana tidak ada otot dan asam amino eksogenous (dari diet) dan
endogenous (otot) yang digunakan sebagai sumber protein dengan penderitaan
tingkat akurat.
Metabolisme lemak pada marasmus, absorpsi lemak
diperlihatkan dengan absorpsi vitamin A dan umumnya tidak sejalan sebagaimana
terjadi pada kwarshiorkor. Sistem enzim khusus untuk pencernaan, mekanisme
untuk transport lemak yang melalui dinding usus dan protein pengangkut lemak
kemungkinan sepanjang ini masih terpelihara.
Simpanan vitamin dan
mineral dalam tubuh menurun perlahan-lahan. Meskipun demikian, absorpsi vitamin
A yang tersisa kadang-kadang berjalan normal, kontras dengan keadaan
kwarshiorkor yang justru malah terjadi depresi.
Etiologi
Penyebab marasmus adalah diet yang
kurang kilokalori dan protein dalam jangka waktu lama (kronis). Deteriosasi
fungsi tubuh terjadi perlahan dan menghasilkan penyusutan otot. Penghambatan
menjadi lebih sempurna, semua makanan dan fisik serta emosional mengalami
mundur pada orang lansia yang miskin karena sering kali tidak ada makanan yang
bermutu atau mempunyai masalah emosional dan mental. Penyakit lain yaitu TBC,
gastroenteritis, disentri, diare infeksiosa, atau terjangkit parasit, bersamaan
dengan tidak ada pemeliharaan kesehatan.
Kejadian Marasmus
Marasmus biasanya terjadi pada bayi
umur 6-18 bulan. Kejadiannya di daerah slum dengan masalah sosioekonomi, daerah
tropik, dan subtropik dengan pola negara baru berkembang seperti pada
kwarshiorkor. Selain itu, marasmus juga terjadi pada kelompok usila yang
dirawat di Rsyang terpisah.
Perlakuan dan Kontrol
Pencegahan tergantung pada pemberantasan penyebab sakit,
pencarian jalan keluar terhadap masalah sosial ekonomi, koreksi keseimbangan
elektrolit, program pemberian makanan dan pengasuhan yang penuh kasih.
Assesment
Ada hal-hal tambahan spesifik karena
gangguan kekurangan zat gizi yang melibatkan banyak faktor. Faktor-faktor yang
ikut (berkompetensi) berperan terhadap terjadinya kurangnya gizi, yaitu :
1.
Faktor kekebalan/ketahanan tubuh (immun)
2.
Faktor reproduksi
3.
Keluaran hasil kerja
4.
Mental
5.
Perlakuan sosial dan perilaku.
Kecukupan gizi berbanding linier dengan
“intake” dan kesehatan. Pengukuran
antropometri terutama tentang kecukupan pertumbuhan pada anak sangat baik
karena dapat memprediksi keadaan statusn gizi anak sdecara individu atau dalam
populasi. Pengukuran antropometri dalam rasio: Weight for age (berat per umur)
atau Height/age (tinggi per umur), hasilnya dapat sebagai ukuran seperti pada
tebel 1 berikurut.
TABEL
1
Derajat
Malnutrisi Menurut Berat dan Umur
Tingkat
malnutisi
|
Berat
for age (w/age)
|
Tingkat
I : ringan (mild)
Tingkat
II : moderate
Tingkat
III : berat
|
75-90
persen dari standar
60-75
persen dari standar
Kurang
dari 60 persen dari tolal standar
|
Treshold of Tolerance
Treshold of tolerance adalah batas
adaptasi keberhasilan seseorang pada tingkat rendah “intake” kalori pada batas tersebut berda dibawah treshold dan bersifat kronis, orang
tersebut dapat mengalami gangguan fungsi tubuh. Sementara itu, apabila “intake” kalori yang dikonsumsi pada
batas kebutuhan yang direkomendasikan (AKG) dengan batas “treshold point,” maka kehidupan orang tersebut terletak pada batas
marginal.
Klasifikasi
Berdasarkan Kesehatan masyarakat dan Klinis
PEM
dengan tingkat kwashiorkor dan marasmus secara kualitatif dapat dibedakan yaitu
gejala subklinik PEM pada komunitas masyarakat (kesehatan masyarakat) dan juga
berdasarkan berat serta tinggi badan. Sedangkan perbedaan secara klinis
berdasarkan gejala awal dapat diperhatikan seperti pada Tabel 2:
TABEL
2
Klasifikasi
Sistematis Perbedaan Kwashiorkor dan Marasmus
|
Hati
berlemak
|
Gizi
kurang tanpa kerusakan hati
|
Jumlah
anak
|
15
|
21
|
Jumlah
dengan Bromsulphthalein retention
|
14
|
0
|
Jumlah
anak dengan:
|
|
|
Hati
teraba
|
14
|
5
|
Udema
|
11
|
1
|
Glositis
|
11
|
5
|
Angular
stomatis
|
7
|
1
|
Cheilosis
|
8
|
2
|
Mosaic
skin
|
6
|
3
|
Raised
serum bilirubin
|
8
|
1
|
Rata-rata
berat badan, persen standar
|
68
|
50
|
Rata-rata
Hb, persen hal dan standar
|
56
|
60
|
Rata-rata
serum total protein,g/dl
|
4.5
|
5.7
|
Rata-rata
serum alkalin fostatase, KA unit
|
19.7
|
19.4
|
Liver
fat, persen berat basah
|
40.2
|
4.6
|
|
( 4 kasus)
|
(6 kasus)
|
TABEL
3
Klasifikasi
Berat Badan Berdasarkan Umur pada Penderita PEM
Berat/umur
(% expected)
(Havard
standard)
|
Udem
|
|
Ada
|
Tidak ada
|
|
80-60
|
Kwarshiorkor
|
Kurang
gizi
|
<
60
|
Marasmik-kwarshiorkor
|
Marasmus
|
TABEL
4
Prevalensi
(%) Marasmus, Marasmik-Kwarshiorkor dan Kwarshiorkor
pada
Beberapa Rumah sakit
Negara
|
Marasmus
|
Marasmik-kwarshiorkor
|
Kwarshiorkor
|
Referensi
|
India
|
35
|
21
|
43
|
Chaundhuri
dkk. (1961)
|
India
|
18
|
31
|
51
|
Bhttachariyya
(1986)
|
Jamaica
|
40
|
24
|
35
|
Garrow
(1966)
|
Uganda
|
12
|
16
|
72
|
Wharton
(1973)
|
Turki
|
84
|
11
|
5
|
Gurson
dkk. (1975)
|
Lesotho
|
37
|
14
|
49
|
Tolboom
dkk. (1986)
|
Sudan
|
38
|
27
|
35
|
Coulter
dkk. (1988)
|
Tabel
5
Umur Anak Penderita PEM di RS
Negara/Reference
|
Umur
rata (bulan)
|
||
Marasmus
|
Marasmik-kwarshiorkor
|
Kwarshiorkor
|
|
Jamaica
(Garrow, 1986)
|
11.7
|
-
|
12.5
|
Jamaica
(Waterlow & Rutishauser, 1974)
|
11.4
|
12.8
|
12.7
|
Jordan
(McLaren, 1966)
|
7.7
|
20.7
|
rare
|
Bagdad
(Shakir dkk, 1972)
|
16.9
|
21.8
|
21.0
|
India
(Chaudhuri dkk, 1961)
|
25.5
|
22.0
|
21.6
|
Lesotho
(Toolboom dkk, 1986)
|
12.3
|
17.5
|
20.2
|
Tabel
6
Panjang
Badan Anak Penderita PEM di Jamaika dan Baghdad
Penyakit
|
Panjang
menurut umur (persen standar)
|
|
Jamaica
|
Baghdad
|
|
Marasmus
|
86
|
83.5
|
Maramik-kwarshiorkor
|
84.5
|
79.5
|
Kwarshiorkor
|
92
|
87
|
Pengukuran antropometri
yang digunakan menurut WHO-NCHS
Istilah
Status Gizi
1)
BB/U
o
Gizi Lebih > 2.0 SD baku WHO-NCHS
o
Gizi baik - 2.0 SD s.d. + 2.0 SD
o
Gizi kurang < - 2.0 SD
o
Gizi buruk < - 3.0 SD
2)
TB/U:
o
Normal >
= - 2.0 SD baku WHO-NCHS
o
Pendek (Stunded) < - 2.0 SD
3)
BB/TB:
o
Gemuk >
2.0 SD baku WHO-NCHS
o
Normal -
2.0 SD s.d. + 2 SD
o
Kurus/wasted < - 2.0 SD
o
Sangat Kurus < 3.0 SD
Pengelompokan gizi kurang menurut
Z-skore dalam tiga kategori:
1.
Gizi kurang tingkat ringan (nilai Z_BBU
≥ - 2.5 SD dan < - 2.0 SD)
2.
Gizi kurang tingkat sedang ( nilai Z_BBU
≥ 3.0 SD dan < 2.5 SD)
3.
Gizi kurang tingkat buruk (nilai Z_BBU ,
- 3.0 SD)
Keadaa
Status Gizi Balita di Indonesia 1995-1998
1.
Prevalensi gizi kurang pada anak usia
0-59 bulan
Dari pemantauan konsumsi gizi (PKG)
tahun 1995-1998 yang dilakukan oleh kelompok Gizi Kesehatan Masyarakat
Departemen Kesehatan RI, mulai dan krisis meneter hingga 1998 (4 tahun) pada 12
dari 26 provinsi yang mempunyai data lengkap tidak menunjukkan perubahan
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dengan
nilai rata-rata intake energi sebesar 2.150 kkal dan 46.2 gram protein
yang mendekati nilai AKG. Namun demikian, terdapat 43-50% rumah tangga masih
mengonsumsi energi kurang dari 1.500 kkal dan antara 23-35 % masih mengonsumsi
kurang dari 32 gram protein per kapita per hari semenjak tahun 1995. Dari hasil
pemantauan konsumsi gizi dalam kurun waktu 1995-1998 terlihat ada penurunan
prevalensi gizi kurang, yaitu dari 28.3% menjadi 25.4% dengan kecepatan
penurunan 2.9% per tahun dan penurunan ini meliputi tingkat desa dan kota.
Harapan penurunan prevalensi gizi buruk di Indonesia dipertahankan hingga 1
persen per tahun, tatapi penurunan prevalensi gizi kurang dari 28.3% menjadi
25.4% tersebut masih tergolong tinggi dibanding dengan negara-negara tetangga
(Malaysia, Filipina, Thailand) yang besarnya 20% pada tahun yang sama. Oleh
karena itu, indikasi ini menunjukkan bahwa gizi kurang di Indonesia masih
merupakan masalah. Tahun1999 pada akhir PELITA IV, prevalensi gizi kurang
menunjukkan penurunan menjadi 16 persen, tetapi penurunan ini masih lebih
tinggi dari target.
2.
Prevalensi gizi kurang pada anak usia
6-17 bulan dan 6-23 bulan. Kelompok umur 6-17 bulan dan 6-23 bulan adalah
kelompok umur yang merupakan saat periode pertumbuhan kritis di mana
pertumbuhan dapat mengalami kegagalan tumbuh (growth failure). Kelompok ini
yang sering tertimpa kurang gizi akibat suatu bencana di negara sedang
berkembang.
TABEL
7
Prevalensi
Gizi Buruk menurut Usia dan tingkat Daerah
Daerah
|
Usia
anak 6-17 bulan Prevalensi
|
Usia
6-23 bulan % penurunan
|
|
Prevalensi
|
Gizi
kurang
|
||
Kota
|
25.8%
(1989) - 21.0 (1995)
22.7%
(1998)- 17.5% (1999)
|
1989-1995
1995-1998
1999
|
7.9
0.5
3.8
|
Desa
|
35.3%
(1989) – 26.9% (1995)
28.6%
(1998) – 24.6% (1999)
|
Prevalensi
gizi kurang secara umum penurunannya sedikit lebih tinggi daripada di kota
|
|
Kota+Desa
|
33.0%
(1989) – 25.4% (1995)
26.3
(1998) – 22.5% (1999)
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar