Sabtu, 16 Juni 2012

Transplantasi Organ Tubuh Manusia


2.1. Transplantasi Organ

       2.1.1. Sejarah Transplantasi Organ

Tahun 600 SM di India, Susruta telah melakukan transpalantasi kulit. Semantara jaman Renaissance, seorang ahli bedah dari Itali bernama Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan hal yang sama.
Diduga John Hunter ( 1728 – 1793 ) adalah pioneer bedah eksperimental, termasuk bedah transplantasi. Dia mampu membuat kriteria teknik bedah untuk menghasilkan suatu jaringan trnsplantasi yang tumbuh di tempat baru. Akan tetapi sistem golongan darah dan sistem histokompatibilitas yang erat hubungannya dengan reaksi terhadap transplantasi belum ditemukan.
Pada abad ke – 20, Wiener dan Landsteiner menyokong perkembangan transplantasi dengan menemukan golongan darah system ABO dan sistem Rhesus. Saat ini perkembangan ilmu kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan tindakan transplantasi.
Perkembangan teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik transplantasi. Ilmu transplantasi modern makin berkembang dengan ditemukannya metode – metode pencangkokan, seperti :
           a.    Pencangkokkan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner olah Dr. George E. Green.
           b.    Pencangkokkan jantung, dari jantung kera kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard, walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.
           c.    Pencakokkan sel – sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson oleh Dr. Andreas Bjornklund.

       2.1.2. Pengertian Tranplantasi

         Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain  dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi :
1.   Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalamtubuh orang itu sendiri.
2.   Homotransplantasi, yaitu pemindahan sutu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain.
3.   Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies lainnya.


2.1.3. Tujuan Transplantasi

         Sebagai pengobatan dari penyakit karena islam sendiri memerintahkan manusia agar setiap penyakit diobati, karena membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat mengakibatkan kematian, sedangkan membiarkan diri terjerumus dalam kematian (tanpa ikhtiyar) adalah perbuatan terlarang. Sebagaimana firma Allah dalam Al-quran Surat An-Nisa’ ayat 29 “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu”.
Maksudnya apabila sakit manusia sakit maka manusia harus berusaha secara optomal untuk mengobatinya sesuai kemampuan, karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya, maka dalam hal ini transplantasi merupakan salah satu bentuk pengobatan.

2.2. Macam – Macam Transplantasi

2.2.1. Transplantasi Organ dalam Keadaan Hidup Sehat

         Yang dimaksud disini adalah donor anggota tubuh bagi siapa saja yang memerlukan pada saat si donor masih hidup. Door semacam ini hukumnya boleh, karena Allah Swt memperbolehkan memberikan pengampunan tehadap qisash maupun di ayat.
         Allah SWT  berfirman:
         “Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (ang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik(pula). Yang demikian itu adalah suatu keriganan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”(Q.S Al-Baqarah:178)
         Namun, donor seperti ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak mengakibatkan keatian si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpha atau paru-parunya. Hal ini akan mengakibatkan kematian pada diri si pendonor. Padahal manusia tidak boleh membunuh dirinya, atau membiarkan orang lain membunuh dirinya meski dengan kerelaannya.

         Allah SWT berfirman:

         “Dan janganlah kamu membunuh dirimu”(Q.S Annisa:29)

         Selanjutnya Allah berfirman:

         “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) mealinkan dengan sesuatu(sebab) yang benar.”(Q.S Al-an’am : 151).
         Sebagaimana tidak bolehnya manusia mendonorkan anggota tubuhnya yang daat mengakibatkan terjadinya pncampu-adukan nasab atau keturunan. Misalnya, donor testis bagi pria atau donor indung telur bagi perempuan. Sungguh islam telah melarang untuk menisbahkan dirinya pada selain bapak maupun ibunya.

         Allah Swt berfirman:

         “Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka.” (TQS Al-Mujadilah [58]:2)

         Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda:
         “Barang siapa yang menabsahkan dirinya pada selain bapaknya, atau mengurus sesuatu yang bukan urusannya maka atas orang tersebut adalah laknat Allah, Malaikat dan seluruh manusia.
         Sebagaimana sabda Nabi saw:

         Barang siapa yang dipanggil dengan (nama) selain bapaknya maka surga haram atasnya.
         Begitu pula dinyatakan oleh beliau SAW:

         Wanita manapun yang telah mamasukkan nasabnya pada suatu kaum padahal bukan bagian dari kaum tersebut maka dia terputus dari Allah, dia tidak akan masuk surga; dan laki-laki manapun yang menolak anaknya padahal dia mengetahui (bahwa anak tersebut anaknya) maka Allah menghijab Diri-Nya dari laki-laki tersebut, dan Allah akan menelanjangi (aibnya) dihadapan orang-orang yang terdahulu maupun yang kemudian”.
         Adapun donor kedua testis maupun kedua indung telur, hal tersebut akan mengakibatkan kemandulan; tentu hal ini bertentangan dengan perintah Islam untuk memelihara keturunan.

2.2.2. Transplantasi Organ dalam Keadaan Diduga Meninggal

Pendapat: Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup, meskipun dalam keadaan koma, hukumnya haram.
Dalil: Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh manusia dapat membawa kepada kemudlaratan, sedangkan perbuatan yang membawa kepada kemudlaratan merupakan perbuatan yang terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad saw “Tidak boleh melakukan pekerjaan yang membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada kemudlaratan.”
Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya dem mempertahankan hidupnya, karena hidup dan mati itu berada ditangan Allah SWT. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh mencabut nyawanya sendiri atau mempercepat kematianorang lain, meskipun mengurangi atau menghilangkan penderitaan pasien.
2.2.3. Transplantasi Organ dalam Keadaan Mati
Adapun transplantasi setelah berakhirnya kehidupan; hukumnya berbeda dengan donor ketika (si pendonor) masih hidup. Dengan asumsi bahwa disini diperlukan adanya penjelasan tentang hukum pemilikan terhadap tubuh manusia setelah dia mati. Merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi bahwa setelah kematiannya, manusia telah keluar dari kepemilikan serta kekuasaannya terhadap semua hal; baik harta, tubuh, maupun istrinya. Dengan demikian, dia tidak lagi memiliki hak terhadap tubuhnya. Maka ketika dia memberikan wasiat untuk mendonorkan sebagian anggota tubuhnya, berarti dia telah mengatur sesuatu yang bukan haknya. Jadi dia tidak lagi diperbolehkan untuk mendonorkan tubuhnya. Dengan sendirinya wasiatnya dalam hal itu juga tidak sah. Memang dibolehkan untuk memberikan sebagian hartanya, walaupunl harta tersebut akan keluar dari kepemilikannya ketika hidupnya berakhir. Tetapi itu disebabkan karena syara' memberikan izin pada manusia tentang perkara tersebut. Dan itu merupakan izin khusus pada harta, tentu tidak dapat diberlakukan terhadap yang lain. Dengan demikian manusia tidak diperbolehkan memberikan wasiat dengan mendonorkan sebagian anggota tubuhnya setelah dia mati.
Adapun bagi ahli waris; sesungguhnya syara' mewariskan pada mereka harta yang diwariskan (oleh si mati). Namun syara' tidak mewariskan jasadnya kepada mereka, sehingga mereka tidak berhak untuk mendonorkan apapun dari si mati. Kalau terhadap ahli waris saja demikian, apalagi dokter atau penguasa, mereka sama sekali tidak berhak untuk mentransplantasikan organ orang setelah mati pada orang lain yang membutuhkan.
Terlebih lagi terdapat keharusan untuk menjaga kehormatan si mati serta adanya larangan untuk menyakitinya sebagaimana larangan pada orang yang hidup. Rasulullah saw bersabda:
“Mematahkan tulang orang yang telah mati sama hukumnya dengan memotong tulangnya ketika ia masih hidup”.
Dengan demikian Rasulullah saw melarang untuk merampas dan menyakiti (si mati). Memang benar bahwa melampaui batas terhadap orang mati dengan melukai atau memotong atau bahkan memecahkan (tulang) tidak ada jaminan (diyat) sebagaimana ketika dia masih hidup. Akan tetapi jelas bahwa melampaui batas terhadap jasad si mati atau menyakitinya dengan cara mengambil anggota tubuhnya adalah haram; dan haramnya bersifat pasti (qath'i).
Mengenai keadaan darurat yang telah dijadikan alasan oleh aparat negara, jajaran humas serta muftinya—yang membolehkan transplantasi; hal tersebut membutuhkan kajian tentang keadaan darurat serta penerapannya pada masalah transplantasi organ.
Sesungguhnya Allah Swt telah membolehkan orang dalam keadaan darurat hingga kehabisan bekal dan hidupnya terancam kematian untuk makan apa saja yang dijumpainya. Meski makanan tersebut diharamkan oleh Allah, namun (dalam kondisi darurat boleh-peny) dimakan sekedar untuk memulihkan tenaganya serta agar tetap hidup. Maka illat bolehnya makan makanan haram adalah untuk menjaga (eksistensi) kehidupan manusia. Dengan mengkaji anggota tubuh yang akan ditransplantasikan, maupun maksud transplantasi maka adakalanya penyelamatan hidup manusia tergantung pada tranplantasi (tentu berdasarkan dugaan kuat) seperti jantung, hati maupun kedua ginjal. Atau ada kalanya tranplantasi anggota tubuh yang tidak berhubungan langsung dengan penyelamatan hidup. Misalnya tranplantasi kornea, atau pupil atau mata secara keseluruhan dari orang yang telah mati.
Adapun anggota tubuh -yang diduga kuat- dapat menyelamatkan kehidupan manusia maka illat-nya dalam hal ini tidak sempurna. Karena kadang-kadang berhasil, kadang-kadang juga tidak. Hal ini berbeda dengan illat memakan bangkai; yang secara pasti mampu menyelamatkan hidup manusia. Terlebih lagi bahwa sebagian dari illah cabang ('illat al-far'u)—dalam hal ini transplantasi—adalah terbebas dari pertentangan (dalil) yang lebih kuat, yang mengharuskan kebalikan dari perkara yang telah ditetapkan oleh 'illat qiyas. 'Illat qiyas dalam transplantasi organ adalah untuk memelihara kehidupan manusia—sebagaimana pada kasus makan bangkai. Padahal illat tersebut masih berupa 'diduga kuat'. Ini bertentangan dengan (dalil) yang lebih kuat yaitu kehormatan jenazah serta larangan menyakiti atau merusaknya. Berdasarkan hal ini tidak diperbolehkan (baca: haram) melakukan transplantasi organ; yang dengan transplantasi tersebut kehidupan seseorang tergantung padanya.
Sedangkan transplantasi organ yang penyelamatan kehidupan orang tidak tergantung padanya; atau dengan kata lain kegagalan transplantasi tersebut tidak mengakibatkan kematian, maka illat yang ada pada pokok ('illah al-ashl) –pemeliharaan terhadap kehidupan manusia—tidak ada. Dengan begitu hukum darurat tidak berlaku disini.
Dengan demikian maka tidak diperbolehkan melakukan tranplantasi organ dari seseorang yang telah mati; sementara dia terpelihara darahnya--baik muslim, kafir dzimmi, mu'ahid maupun musta'min—pada orang lain yang kehidupannya tergantung pada (keberhasilan) tranplantasi organ tersebut.
2.3. Syarat-syarat Transplantasi Organ
Menyumbangkan organ tubuh diperbolehkan dalam islam selama hal itu dilakukan berdasarkan batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syariat. Dengan demikian, Sheikh Ahmad Kutty (dalam artikel Islam.ca) menuturkan beberapa syarat-syarat yang membolehkan transplantasi organ, yaitu:
a)   Syarat bagi orang yang hendak menyumbangkan organ dan masih hidup:
1.   Orang yang akan menyumbangkan organ adalah orang yang memiliki kepemilikan penuh atas miliknya sehingga dia mampu untuk membuat keputusan sendiri.
2.   Orang yang akan menyumbangkan organ harus seseorang yang dewasa atau usianya mencapai dua puluh tahun.
3.   Harus dilakukan atas keinginannya sendiri tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun.
4.   Organ yang disumbangkan tidak boleh organ vital yang mana kesehatan dan kelangsungan hidup tergantung dari itu.
5.   Tidak diperbolehkan mencangkok organ kelamin.

b)   Syarat bagi mereka yang menyumbangkan organ tubuh jika sudah meninggal:
1.   Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
2.   Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.
3.   Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
4.   Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.
5.   Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim
2.4. Pandangan terhadap Transplantasi Organ
2.4.1. Hukum Islam
Bagaimana hukum transplantasi tersebut menurut hukum Islam? Dibolehkan ataukah diharamkan?
Untuk menentukan hukum boleh tidaknya transplantasi organ tubuh, perlu dilihat kapan pelakasanaannya.
Sebagaimana dijelaskan ada tiga keadaan transplantasi dilakukan, yaitu pada saat donor masih hidup sehat, donor ketika sakit (koma) dan didiuga kuat akan meninggal dan donor dalam keadaan sudah meninggal. Berikut hukum transplantasi sesuai keadaannya masing-masing.
Pertama, apabila pencangkokan tersebut dilakukan, di mana donor dalam keadaan sehat wal afiat, maka hukumnya menurut Prof Drs. Masyfuk Zuhdi, dilarang (haram) berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
1.   Firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 195
Artinya:”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu hke dalam kebinasaan
Dalam kasus ini, orang yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya kepada orang lain yang buta atau tidak mempunyai ginjal… ia (mungkin) akan menghadapi resiko sewaktu-waktu mengalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu (Ibid, 88).
2.   Kaidah hukum Islam:
Artinya:”Menolak kerusakan harus didahulukan atas meraih kemaslahatan
Dalam kasus ini, pendonor mengorbankan dirinya dengan cara melepas organ tubuhnya untuk diberikan kepada dan demi kemaslahatan orang lain, yakni resipien.
3.   Kaidah Hukum Islam:
Artinya” Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lainnya.”
Dalam kasus ini bahaya yang mengancam seorang resipien tidak boleh diatasi dengan cara membuat bahaya dari orang lain, yakni pendonor.
Kedua, apabila transplantasi dilakukan terhadap donor yang dalam keadaan sakit (koma) atau hampir meninggal, maka hukum Islam pun tidak membolehkan (Ibid, 89), berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
Hadits Rasulullah:
Artinya:”Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain.” (HR. Ibnu Majah).
Dalam kasus ini adalah membuat madaharat pada diri orang lain, yakni pendonor yang dalam keadaan sakit (koma).
Ketiga, orang tidak boleh menyebabkan matinya orang lain. Dalam kasus ini orang yang sedang sakit (koma) akan meninggal dengan diambil organ tubuhnya tersebut. Sekalipun  tujuan dari pencangkokan tersebut adalah mulia, yakni untuk menyembuhkan sakitnya orang lain (resipien).
Keempat, apabila pencangkokan dilakukan ketika pendonor telah meninggal, baik secara medis maupun yuridis, maka menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Yang membolehkan menggantungkan pada dua syarat sebagai berikut:
            I.    Resipien dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah menempuh pengobatansecara medis dan non medis, tapi tidak berhasil. (ibi, 89).
          II.    Pencangkokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien dibandingkan dengan keadaan sebelum pencangkokan.
     Adapun alasan membolehkannya adalah sebagai berikut:

     Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 195 di atas.
     Ayat tersebut secara analogis dapat difahami, bahwa Islam tidak membenarkan pula orang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya atau tidak berfungsi organ tubuhnya yang sangat vital, tanpa ausaha-usaha penyembuhan termasuk pencangkokan di dalamnya.
                   a.    Surat Al-Maidah: 32.
Artinya;”Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia seluruhnya.”
Ayat ini sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyelematkan jiwa manusia.
Dalam kasus ini seseorang yang dengan ikhlas menyumbangkan organ tubuhnya setelah meninggal, maka Islam membolehkan. Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi nilainya, lantaran menolong jiwa sesama manuysia atau membanatu berfungsinya kembali organ tubuh sesamanya yang tidak berfungsi. (Keputusan Fatwa MUI tentang wasiat menghibahkan kornea mata).
b.  Hadits
Artinya:”Berobatlah wahai hamba Allah, karen sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit kecuali Dia meletakkan jua obatnya, kecuali satu penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit tua.
Dalam kasus ini, pengobatannya adalah dengan cara transplantasi organ tubuh.
1.  Kaidah hukum Islam
Artinya:”Kemadharatan harus dihilangkan
Dalam kasus ini bahaya (penyakit) harus dihilangkan dengan cara transplantasi.
2.  Menurut hukum wasiat, keluarga atau ahli waris harus melaksanakan wasiat orang yang meninggal.Dalam kasus ini adalah wasiat untuk donor organ tubuh. Sebaliknya, apabila tidak ada wasiat, maka ahli waris tidak boleh melaksanakan transplantasi organ tubuh mayat tersebut.
Pendapat yang tidak membolehkan kornea mata adalah seperti Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah.
       2.4.2. Hukum Negara

Pada saat ini peraturan perundang – undangan yang ada adalah Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1981, tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pokok – poko peraturan tersebut, adalah:

Pasal 10
Transplantasi alat unutk jaringna tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan – ketentuan sebagai dimaksud dalam Pasal 2 Huruf a dan Huruf b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan / keluarganya yang trdekat setelah penderita meninggal dunia.

Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga terdekat.

Pasal 15
Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersngkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat – akibat dan kemungkinan – kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.

Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi material apapun sebagai imbalan transaplantasi.

Pasal 17
Dilarang memperjual – belikan alat atau jaringan tubuh manusia.


Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ked an dari luar negri

      



       2.4.3. Pemikiran Para Ahli Fikih

         Menurut hasil ijtihad dan penjelasan syar’i tentang masalah tansplantasi, banyak berasal dari pemikiran ahli fiqih kontemporer, keputusan lembaga dan institusi Islam serta symposium naional maupun internasional.
         Mengingat transplantasi organ merupakan sustu tuntutan, kebutuhan dan alternatif medis modern, pada dasarnya secara global tidak ada perselisihan dalam hal bolehnya transplantasi organ. Dalam symposium nasional II mengenai masalah transplantasi organ yag telah diselenggarakan oleh Yayasan Ginjal Nasional pada tanggal 8 September 1995 di area PRJ Kemayoran, telah mendatangani sebuah persetujuan antara lain wakil PBNU, PP Muhamadiah, MUI disetuju pula oleh wakil-wakil lain dari berbagai kelompok agama di Indonesia.
         Bolehnya transplantasi organ tersebut juga ditegaskan oleh DR. Qurais Syihab bahwa : Prinsipnya, maslahat orang yang hidup lebih didahulukan, selain itu KH Ali Yafie juga menguatkan bahwa ada kaedah ushul fiqh yang dapat dijadikan penguat pembolehan transplantasi yaitu : hurmatul hayyi a’dhamu min hurmatil mayyiti, (kehormatan orang hidup lebih besar keharusan pemeliharaannya dari pada yang mati).
         Meskipun demikian sangat perlu dan harus ada penjelasan hukum syariah yang lebih detail dan tegas dalam masalah ini dan tidak boleh ta’mim(generalisasi) hukum terlepas dari batas dan ketentuan dan serta syarat-syarat lebih lanjut agar tidak keluar dari hikmah kemanusiaan dan norma agama serta moral samawi sehingga menjadi praktek netralitas etnis yang tidak sesuai degan budaya manusia dan keagamaan.
         Masalah transplantasi dalam kajian hukum syariah Islam diuraikan menjadi duabagian besar pembahasan yaitu sebagai berikut:

Pertama : penanaman jaringan tuuh yang diambil dari tubuh yang sama.
Kedua : penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu lain yaitu sebagai berikut:

A.  Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang lain.
A.1 Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang hidup.
A.2 Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang yang mati.

B. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu binatang.
B.1Penanaman jaringan/organ yang diambil dari binatang tidak najis/halal.
B.2 penanaman jaringan/organ yang diambil dari binatang najis/haram.

Masalah pertama : penanaman organ / jaringan yang diabil dari tubuh kedaerah lain pada tubuh tersebut.
Seperti praktek transplantasi kulit dari suatu bagian ke dalam bagian lain dari tubuhnya yang terbakara atau dalam dalam kasus transplantasi penyubatan dari penyempitan pembuluh darah jantung dengan mengambil pebuluh darah pada bagian kaki.
Masalah ini hukumnya adalah  boleh berdasarkan analogo(qiyas) diperbolehkan seseorang untuk memotong bagian tubuhnya yang membahayakan keselamatan jiwanya karena suau sebab.
Masalah kedua: penanaman jaringan/organ yang diambil dariindividu lain.

A.  Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain
A.1  Penanaman jaringan/organ yang diambil dari  orang lain yang masih hidup.
Kasus pertama : penanaman jaringan/organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian donaturnya bila diambil, seperti jantung, hati dan otak. Maka hukumnya adalah tidak boleh, atas dasr firman Allah:

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) dijalan Allah, dan jangnalah kamu menjatuhkan dirimu sendiri keadaan kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang0orang yang berbuat baik”.(Q.S Al-baqarah:195)

“Dan jangnalah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(QS An-Nisa:29)

“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan jangan menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”(QS Al-Maidah:2)

Kasus kedua: penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain yang masih hidp yang tidak mengakibatkan kematian seperti organ ubuh ganda diantaranya ginjal atau kulit atau dapat juga dikategorikan disini praktek donor darah.

Pada dasarnya masalah ini diperoleh hanya harus memenuhi syarat-syarat berikut dalm prakteknya yaitu:
1.   Tidak akan  membahayakan kelangsungan hidup yang wajar bagi donaur jaringan/organ karena kaidah hukum islam yang menyatakan bahwa suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan resiko mendatangkan bahaya serupa/sebanding.
2.   Hal iu harus dilakukan oleh donatur dengan sukarela tanpa paksaan dan tidak boleh diperjual belikan.
3.   Boleh dilakukan  bila memang benar-benar transplantasi sebagai alternative peluang satu-satunya bagi penyembuhan penyakit pasin dan benar-benar darurat.
4.   Boleh dilakukan bila kemungkinan keberhasilan transolantasi tersebut peluangnya optimis sangat besar.
5.   Namun demikian, ada pengecualian dari semua kasus transplantasi yang diperbolehkan yaitu tidak dibolehkan transplantasi buah zakar meskipun organ ini ganda karena beberapa alasan sebagai berikut:
1.   Merusak citra dan penampilan lahir ciptaan manusia.
2.   Mengakibatkan terputusnya keturunan bagi donatur yang masih hidup.
3.   Dalam hal ini transplantasi tidak dinilai darurat dan kebutuhannya tidak mendesak.
4.   Dapat mengacaukangaris keturunan. Sebab menurut ahli kedoktern, organ ini punya pengaruh dalam menitiskan sifat keturunan.

Sesungguhnya telah banyak fatwa dan konsensus mufakat para ulama dari berbagai muktamar, lembaga, organisasi dan Institusi Internasional yang memperbolehkan praktek transplantasi ini diantaraya adalah sebagai berikut:
A.  Konferensi OKI (di Malaysia, April 1969 M) dengan ketentuan kondisinya darurat dan tidak boleh diperjual belikan.
B.  Lembaga fiqih Islam dari liga dunia Islam (dalam keputusan mudzakarohnya d Mekkah, Januari 1985 M)
C.  Majelis ulama Arab Saudi(dalam keputusannya No. 99 Tgl 6/11/1420 H)
D.  Panitia tetap fatwa ulama dari Negara-negar Islam diantaranya seperti: Kekayaan Yordania dengan ketentuan (syarat-syarat) sebagai berikut : 1. Harus dengan persetujuan orang tua mayit/walinya atau wasiat mayit. 2. Hanya bila dirasa benar-benar memerlukan dan darurat. 3. Bila tidak darurat dan keperluannya tidak urgen atau mendesak, maka harus memberikan imbalan pantas kepada ahli waris donatur (tanpa transaksi dan kontrak jual beli).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar