2.1. Transplantasi Organ
2.1.1. Sejarah Transplantasi Organ
Tahun 600 SM di India, Susruta telah melakukan transpalantasi
kulit. Semantara jaman Renaissance, seorang ahli bedah dari Itali bernama
Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan hal yang sama.
Diduga John Hunter ( 1728 – 1793 ) adalah pioneer bedah
eksperimental, termasuk bedah transplantasi. Dia mampu membuat kriteria teknik
bedah untuk menghasilkan suatu jaringan trnsplantasi yang tumbuh di tempat
baru. Akan tetapi sistem golongan darah dan sistem histokompatibilitas yang
erat hubungannya dengan reaksi terhadap transplantasi belum ditemukan.
Pada abad ke – 20, Wiener dan Landsteiner menyokong perkembangan
transplantasi dengan menemukan golongan darah system ABO dan sistem Rhesus.
Saat ini perkembangan ilmu kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan
tindakan transplantasi.
Perkembangan teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik transplantasi. Ilmu transplantasi modern makin berkembang dengan ditemukannya metode – metode pencangkokan, seperti :
Perkembangan teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik transplantasi. Ilmu transplantasi modern makin berkembang dengan ditemukannya metode – metode pencangkokan, seperti :
a. Pencangkokkan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas
koroner olah Dr. George E. Green.
b. Pencangkokkan jantung, dari jantung kera kepada manusia oleh Dr.
Cristian Bernhard, walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.
c. Pencakokkan sel – sel substansia nigra dari bayi yang meninggal
ke penderita Parkinson oleh Dr. Andreas Bjornklund.
2.1.2. Pengertian Tranplantasi
Transplantasi
adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat
ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu.
Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi :
1.
Autotransplantasi,
yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalamtubuh orang itu
sendiri.
2.
Homotransplantasi,
yaitu pemindahan sutu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang
lain.
3.
Heterotransplantasi,
yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies
lainnya.
2.1.3. Tujuan Transplantasi
Sebagai pengobatan
dari penyakit karena islam sendiri memerintahkan manusia agar setiap penyakit
diobati, karena membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat mengakibatkan
kematian, sedangkan membiarkan diri terjerumus dalam kematian (tanpa ikhtiyar)
adalah perbuatan terlarang. Sebagaimana firma Allah dalam Al-quran Surat
An-Nisa’ ayat 29 “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang
kepadamu”.
Maksudnya apabila sakit manusia sakit maka manusia harus
berusaha secara optomal untuk mengobatinya sesuai kemampuan, karena setiap
penyakit sudah ditentukan obatnya, maka dalam hal ini transplantasi merupakan
salah satu bentuk pengobatan.
2.2. Macam
– Macam Transplantasi
2.2.1. Transplantasi Organ
dalam Keadaan Hidup Sehat
Yang dimaksud
disini adalah donor anggota tubuh bagi siapa saja yang memerlukan pada saat si
donor masih hidup. Door semacam ini hukumnya boleh, karena Allah Swt
memperbolehkan memberikan pengampunan tehadap qisash maupun di ayat.
Allah SWT berfirman:
“Maka barangsiapa
yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (ang diberi maaf) membayar
(diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik(pula). Yang demikian itu
adalah suatu keriganan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”(Q.S
Al-Baqarah:178)
Namun, donor
seperti ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak mengakibatkan
keatian si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpha atau
paru-parunya. Hal ini akan mengakibatkan kematian pada diri si pendonor.
Padahal manusia tidak boleh membunuh dirinya, atau membiarkan orang lain
membunuh dirinya meski dengan kerelaannya.
Allah SWT
berfirman:
“Dan janganlah
kamu membunuh dirimu”(Q.S Annisa:29)
Selanjutnya Allah
berfirman:
“Dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak diantaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) mealinkan dengan sesuatu(sebab) yang benar.”(Q.S Al-an’am : 151).
Sebagaimana tidak
bolehnya manusia mendonorkan anggota tubuhnya yang daat mengakibatkan
terjadinya pncampu-adukan nasab atau keturunan. Misalnya, donor testis bagi
pria atau donor indung telur bagi perempuan. Sungguh islam telah melarang untuk
menisbahkan dirinya pada selain bapak maupun ibunya.
Allah Swt
berfirman:
“Ibu-ibu mereka
tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka.” (TQS Al-Mujadilah [58]:2)
Selanjutnya
Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang
menabsahkan dirinya pada selain bapaknya, atau mengurus sesuatu yang bukan
urusannya maka atas orang tersebut adalah laknat Allah, Malaikat dan seluruh
manusia.
Sebagaimana sabda Nabi saw:
“Barang siapa yang dipanggil
dengan (nama) selain bapaknya maka surga haram atasnya.”
Begitu pula dinyatakan oleh beliau SAW:
“Wanita manapun yang telah
mamasukkan nasabnya pada suatu kaum padahal bukan bagian dari kaum tersebut
maka dia terputus dari Allah, dia tidak akan masuk surga; dan laki-laki manapun
yang menolak anaknya padahal dia mengetahui (bahwa anak tersebut anaknya) maka
Allah menghijab Diri-Nya dari laki-laki tersebut, dan Allah akan menelanjangi
(aibnya) dihadapan orang-orang yang terdahulu maupun yang kemudian”.
Adapun donor kedua testis maupun kedua indung telur, hal tersebut akan
mengakibatkan kemandulan; tentu hal ini bertentangan dengan perintah Islam
untuk memelihara keturunan.
2.2.2. Transplantasi Organ
dalam Keadaan Diduga Meninggal
Pendapat: Melakukan transplantasi organ
tubuh donor dalam keadaan masih hidup, meskipun dalam keadaan koma, hukumnya haram.
Dalil: Sesungguhnya perbuatan mengambil
salah satu organ tubuh manusia dapat membawa kepada kemudlaratan, sedangkan
perbuatan yang membawa kepada kemudlaratan merupakan perbuatan yang terlarang
sesuai Hadist nabi Muhammad saw “Tidak boleh melakukan pekerjaan yang membawa
kemudlaratan dan tidak boleh ada kemudlaratan.”
Manusia wajib berusaha untuk
menyembuhkan penyakitnya dem mempertahankan hidupnya, karena hidup dan mati itu
berada ditangan Allah SWT. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh mencabut
nyawanya sendiri atau mempercepat kematianorang lain, meskipun mengurangi atau
menghilangkan penderitaan pasien.
2.2.3. Transplantasi
Organ dalam Keadaan Mati
Adapun
transplantasi setelah berakhirnya kehidupan; hukumnya berbeda dengan donor
ketika (si pendonor) masih hidup. Dengan asumsi bahwa disini diperlukan adanya
penjelasan tentang hukum pemilikan terhadap tubuh manusia setelah dia mati.
Merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi bahwa setelah kematiannya,
manusia telah keluar dari kepemilikan serta kekuasaannya terhadap semua hal;
baik harta, tubuh, maupun istrinya. Dengan demikian, dia tidak lagi memiliki
hak terhadap tubuhnya. Maka ketika dia memberikan wasiat untuk mendonorkan
sebagian anggota tubuhnya, berarti dia telah mengatur sesuatu yang bukan
haknya. Jadi dia tidak lagi diperbolehkan untuk mendonorkan tubuhnya. Dengan
sendirinya wasiatnya dalam hal itu juga tidak sah. Memang dibolehkan untuk
memberikan sebagian hartanya, walaupunl harta tersebut akan keluar dari
kepemilikannya ketika hidupnya berakhir. Tetapi itu disebabkan karena syara'
memberikan izin pada manusia tentang perkara tersebut. Dan itu merupakan izin
khusus pada harta, tentu tidak dapat diberlakukan terhadap yang lain. Dengan
demikian manusia tidak diperbolehkan memberikan wasiat dengan mendonorkan
sebagian anggota tubuhnya setelah dia mati.
Adapun bagi ahli
waris; sesungguhnya syara' mewariskan pada mereka harta yang diwariskan (oleh
si mati). Namun syara' tidak mewariskan jasadnya kepada mereka, sehingga mereka
tidak berhak untuk mendonorkan apapun dari si mati. Kalau terhadap ahli waris
saja demikian, apalagi dokter atau penguasa, mereka sama sekali tidak berhak
untuk mentransplantasikan organ orang setelah mati pada orang lain yang
membutuhkan.
Terlebih lagi
terdapat keharusan untuk menjaga kehormatan si mati serta adanya larangan untuk
menyakitinya sebagaimana larangan pada orang yang hidup. Rasulullah saw
bersabda:
“Mematahkan tulang orang yang telah mati sama hukumnya dengan memotong
tulangnya ketika ia masih hidup”.
Dengan demikian
Rasulullah saw melarang untuk merampas dan menyakiti (si mati). Memang benar
bahwa melampaui batas terhadap orang mati dengan melukai atau memotong atau
bahkan memecahkan (tulang) tidak ada jaminan (diyat) sebagaimana ketika dia
masih hidup. Akan tetapi jelas bahwa melampaui batas terhadap jasad si mati
atau menyakitinya dengan cara mengambil anggota tubuhnya adalah haram; dan
haramnya bersifat pasti (qath'i).
Mengenai keadaan
darurat yang telah dijadikan alasan oleh aparat negara, jajaran humas serta
muftinya—yang membolehkan transplantasi; hal tersebut membutuhkan kajian
tentang keadaan darurat serta penerapannya pada masalah transplantasi organ.
Sesungguhnya Allah
Swt telah membolehkan orang dalam keadaan darurat hingga kehabisan bekal dan
hidupnya terancam kematian untuk makan apa saja yang dijumpainya. Meski makanan
tersebut diharamkan oleh Allah, namun (dalam kondisi darurat boleh-peny)
dimakan sekedar untuk memulihkan tenaganya serta agar tetap hidup. Maka illat
bolehnya makan makanan haram adalah untuk menjaga (eksistensi) kehidupan
manusia. Dengan mengkaji anggota tubuh yang akan ditransplantasikan, maupun
maksud transplantasi maka adakalanya penyelamatan hidup manusia tergantung pada
tranplantasi (tentu berdasarkan dugaan kuat) seperti jantung, hati maupun kedua
ginjal. Atau ada kalanya tranplantasi anggota tubuh yang tidak berhubungan
langsung dengan penyelamatan hidup. Misalnya tranplantasi kornea, atau pupil
atau mata secara keseluruhan dari orang yang telah mati.
Adapun anggota
tubuh -yang diduga kuat- dapat menyelamatkan kehidupan manusia maka illat-nya
dalam hal ini tidak sempurna. Karena kadang-kadang berhasil, kadang-kadang juga
tidak. Hal ini berbeda dengan illat memakan bangkai; yang secara pasti
mampu menyelamatkan hidup manusia. Terlebih lagi bahwa sebagian dari illah
cabang ('illat al-far'u)—dalam hal ini transplantasi—adalah terbebas
dari pertentangan (dalil) yang lebih kuat, yang mengharuskan kebalikan dari
perkara yang telah ditetapkan oleh 'illat qiyas. 'Illat qiyas
dalam transplantasi organ adalah untuk memelihara kehidupan manusia—sebagaimana
pada kasus makan bangkai. Padahal illat tersebut masih berupa 'diduga
kuat'. Ini bertentangan dengan (dalil) yang lebih kuat yaitu kehormatan jenazah
serta larangan menyakiti atau merusaknya. Berdasarkan hal ini tidak
diperbolehkan (baca: haram) melakukan transplantasi organ; yang dengan
transplantasi tersebut kehidupan seseorang tergantung padanya.
Sedangkan
transplantasi organ yang penyelamatan kehidupan orang tidak tergantung padanya;
atau dengan kata lain kegagalan transplantasi tersebut tidak mengakibatkan
kematian, maka illat yang ada pada pokok ('illah al-ashl) –pemeliharaan
terhadap kehidupan manusia—tidak ada. Dengan begitu hukum darurat tidak berlaku
disini.
Dengan demikian
maka tidak diperbolehkan melakukan tranplantasi organ dari seseorang yang telah
mati; sementara dia terpelihara darahnya--baik muslim, kafir dzimmi, mu'ahid
maupun musta'min—pada orang lain yang kehidupannya tergantung pada
(keberhasilan) tranplantasi organ tersebut.
2.3. Syarat-syarat Transplantasi Organ
Menyumbangkan
organ tubuh diperbolehkan dalam islam selama hal itu dilakukan berdasarkan
batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syariat. Dengan demikian, Sheikh
Ahmad Kutty (dalam artikel Islam.ca) menuturkan beberapa syarat-syarat yang
membolehkan transplantasi organ, yaitu:
a) Syarat bagi orang yang hendak
menyumbangkan organ dan masih hidup:
1. Orang yang akan menyumbangkan organ
adalah orang yang memiliki kepemilikan penuh atas miliknya sehingga dia mampu
untuk membuat keputusan sendiri.
2. Orang yang akan menyumbangkan organ
harus seseorang yang dewasa atau usianya mencapai dua puluh tahun.
3. Harus dilakukan atas keinginannya
sendiri tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun.
4. Organ yang disumbangkan tidak boleh
organ vital yang mana kesehatan dan kelangsungan hidup tergantung dari itu.
5. Tidak diperbolehkan mencangkok organ
kelamin.
b) Syarat bagi mereka yang
menyumbangkan organ tubuh jika sudah meninggal:
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa
si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan
melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
2. Jika terdapat kasus si penyumbang
organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan
organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak
keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas
penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan
disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan
atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus
dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ
telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan
bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui
tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim
2.4. Pandangan terhadap Transplantasi Organ
2.4.1. Hukum
Islam
Bagaimana hukum transplantasi tersebut menurut hukum Islam? Dibolehkan
ataukah diharamkan?
Untuk menentukan hukum boleh tidaknya transplantasi
organ tubuh, perlu dilihat kapan pelakasanaannya.
Sebagaimana dijelaskan ada tiga keadaan transplantasi
dilakukan, yaitu pada saat donor masih hidup sehat, donor ketika sakit (koma)
dan didiuga kuat akan meninggal dan donor dalam keadaan sudah meninggal.
Berikut hukum transplantasi sesuai keadaannya masing-masing.
Pertama, apabila pencangkokan tersebut
dilakukan, di mana donor dalam keadaan sehat wal afiat, maka hukumnya menurut
Prof Drs. Masyfuk Zuhdi, dilarang (haram) berdasarkan alasan-alasan sebagai
berikut:
1. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah:
195
Artinya:”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu hke
dalam kebinasaan”
Dalam kasus ini, orang yang menyumbangkan sebuah mata
atau ginjalnya kepada orang lain yang buta atau tidak mempunyai ginjal… ia
(mungkin) akan menghadapi resiko sewaktu-waktu mengalami tidak normalnya atau
tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu (Ibid, 88).
2. Kaidah hukum Islam:
Artinya:”Menolak kerusakan harus didahulukan atas
meraih kemaslahatan”
Dalam kasus ini, pendonor mengorbankan dirinya dengan
cara melepas organ tubuhnya untuk diberikan kepada dan demi kemaslahatan orang
lain, yakni resipien.
3. Kaidah Hukum Islam:
Artinya” Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan
bahaya lainnya.”
Dalam kasus ini bahaya yang mengancam seorang resipien
tidak boleh diatasi dengan cara membuat bahaya dari orang lain, yakni pendonor.
Kedua, apabila transplantasi dilakukan terhadap donor yang
dalam keadaan sakit (koma) atau hampir meninggal, maka hukum Islam pun tidak
membolehkan (Ibid, 89), berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
Hadits Rasulullah:
Artinya:”Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh
membayakan diri orang lain.” (HR. Ibnu Majah).
Dalam kasus ini adalah membuat madaharat pada diri orang lain, yakni
pendonor yang dalam keadaan sakit (koma).
Ketiga, orang tidak boleh menyebabkan matinya orang lain. Dalam kasus ini
orang yang sedang sakit (koma) akan meninggal dengan diambil organ tubuhnya
tersebut. Sekalipun tujuan dari pencangkokan tersebut adalah mulia, yakni
untuk menyembuhkan sakitnya orang lain (resipien).
Keempat, apabila pencangkokan dilakukan ketika pendonor telah
meninggal, baik secara medis maupun yuridis, maka menurut hukum Islam ada yang
membolehkan dan ada yang mengharamkan. Yang membolehkan menggantungkan pada dua
syarat sebagai berikut:
I. Resipien dalam keadaan darurat, yang
dapat mengancam jiwanya dan ia sudah menempuh pengobatansecara medis dan non
medis, tapi tidak berhasil. (ibi, 89).
II. Pencangkokan tidak menimbulkan
komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien dibandingkan dengan keadaan
sebelum pencangkokan.
Adapun
alasan membolehkannya adalah sebagai berikut:
Al-Qur’an
Surat Al-Baqarah 195 di atas.
Ayat
tersebut secara analogis dapat difahami, bahwa Islam tidak membenarkan pula
orang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya atau tidak berfungsi organ
tubuhnya yang sangat vital, tanpa ausaha-usaha penyembuhan termasuk
pencangkokan di dalamnya.
a. Surat Al-Maidah: 32.
Artinya;”Dan barang siapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan
manusia seluruhnya.”
Ayat ini sangat menghargai tindakan
kemanusiaan yang dapat menyelematkan jiwa manusia.
Dalam kasus ini seseorang yang
dengan ikhlas menyumbangkan organ tubuhnya setelah meninggal, maka Islam
membolehkan. Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi
nilainya, lantaran menolong jiwa sesama manuysia atau membanatu berfungsinya
kembali organ tubuh sesamanya yang tidak berfungsi. (Keputusan Fatwa MUI
tentang wasiat menghibahkan kornea mata).
b. Hadits
Artinya:”Berobatlah wahai hamba Allah, karen
sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit kecuali Dia meletakkan jua
obatnya, kecuali satu penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit tua.”
Dalam kasus ini, pengobatannya adalah dengan cara
transplantasi organ tubuh.
1. Kaidah hukum Islam
Artinya:”Kemadharatan harus dihilangkan”
Dalam kasus
ini bahaya (penyakit) harus dihilangkan dengan cara transplantasi.
2. Menurut hukum wasiat, keluarga atau ahli
waris harus melaksanakan wasiat orang yang meninggal.Dalam kasus ini adalah
wasiat untuk donor organ tubuh. Sebaliknya, apabila tidak ada wasiat, maka ahli
waris tidak boleh melaksanakan transplantasi organ tubuh mayat tersebut.
Pendapat
yang tidak membolehkan kornea mata adalah seperti Keputusan Majelis Tarjih
Muhammadiyah.
2.4.2. Hukum Negara
Pada saat ini
peraturan perundang – undangan yang ada adalah Peraturan Pemerintah No. 18
tahun 1981, tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta
Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pokok – poko peraturan
tersebut, adalah:
Pasal
10
Transplantasi alat unutk jaringna tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan – ketentuan sebagai dimaksud dalam Pasal 2 Huruf a dan Huruf b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan / keluarganya yang trdekat setelah penderita meninggal dunia.
Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga terdekat.
Pasal 15
Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersngkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat – akibat dan kemungkinan – kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
Transplantasi alat unutk jaringna tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan – ketentuan sebagai dimaksud dalam Pasal 2 Huruf a dan Huruf b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan / keluarganya yang trdekat setelah penderita meninggal dunia.
Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga terdekat.
Pasal 15
Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersngkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat – akibat dan kemungkinan – kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
Pasal
16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi material apapun sebagai imbalan transaplantasi.
Pasal 17
Dilarang memperjual – belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ked an dari luar negri
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi material apapun sebagai imbalan transaplantasi.
Pasal 17
Dilarang memperjual – belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ked an dari luar negri
2.4.3. Pemikiran Para Ahli Fikih
Menurut hasil ijtihad dan penjelasan
syar’i tentang masalah tansplantasi, banyak berasal dari pemikiran ahli fiqih
kontemporer, keputusan lembaga dan institusi Islam serta symposium naional
maupun internasional.
Mengingat transplantasi organ merupakan
sustu tuntutan, kebutuhan dan alternatif medis modern, pada dasarnya secara
global tidak ada perselisihan dalam hal bolehnya transplantasi organ. Dalam
symposium nasional II mengenai masalah transplantasi organ yag telah diselenggarakan
oleh Yayasan Ginjal Nasional pada tanggal 8 September 1995 di area PRJ
Kemayoran, telah mendatangani sebuah persetujuan antara lain wakil PBNU, PP
Muhamadiah, MUI disetuju pula oleh wakil-wakil lain dari berbagai kelompok
agama di Indonesia.
Bolehnya transplantasi organ tersebut
juga ditegaskan oleh DR. Qurais Syihab bahwa : Prinsipnya, maslahat orang yang
hidup lebih didahulukan, selain itu KH Ali Yafie juga menguatkan bahwa ada
kaedah ushul fiqh yang dapat dijadikan penguat pembolehan transplantasi yaitu :
hurmatul hayyi a’dhamu min hurmatil mayyiti, (kehormatan orang hidup lebih
besar keharusan pemeliharaannya dari pada yang mati).
Meskipun demikian sangat perlu dan
harus ada penjelasan hukum syariah yang lebih detail dan tegas dalam masalah
ini dan tidak boleh ta’mim(generalisasi) hukum terlepas dari batas dan
ketentuan dan serta syarat-syarat lebih lanjut agar tidak keluar dari hikmah
kemanusiaan dan norma agama serta moral samawi sehingga menjadi praktek
netralitas etnis yang tidak sesuai degan budaya manusia dan keagamaan.
Masalah transplantasi dalam kajian
hukum syariah Islam diuraikan menjadi duabagian besar pembahasan yaitu sebagai
berikut:
Pertama :
penanaman jaringan tuuh yang diambil dari tubuh yang sama.
Kedua : penanaman jaringan/organ yang
diambil dari individu lain yaitu sebagai berikut:
A.
Penanaman
jaringan/organ yang diambil dari individu orang lain.
A.1
Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang hidup.
A.2
Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang yang mati.
B. Penanaman jaringan/organ yang diambil
dari individu binatang.
B.1Penanaman jaringan/organ yang diambil
dari binatang tidak najis/halal.
B.2 penanaman jaringan/organ yang
diambil dari binatang najis/haram.
Masalah pertama
: penanaman organ / jaringan yang diabil dari tubuh kedaerah lain pada tubuh
tersebut.
Seperti praktek
transplantasi kulit dari suatu bagian ke dalam bagian lain dari tubuhnya yang
terbakara atau dalam dalam kasus transplantasi penyubatan dari penyempitan
pembuluh darah jantung dengan mengambil pebuluh darah pada bagian kaki.
Masalah ini
hukumnya adalah boleh berdasarkan
analogo(qiyas) diperbolehkan seseorang untuk memotong bagian tubuhnya yang
membahayakan keselamatan jiwanya karena suau sebab.
Masalah kedua: penanaman jaringan/organ
yang diambil dariindividu lain.
A.
Penanaman
jaringan/organ yang diambil dari orang lain
A.1 Penanaman jaringan/organ yang diambil
dari orang lain yang masih hidup.
Kasus
pertama : penanaman jaringan/organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian
donaturnya bila diambil, seperti jantung, hati dan otak. Maka hukumnya adalah
tidak boleh, atas dasr firman Allah:
“Dan
belanjakanlah (harta bendamu) dijalan Allah, dan jangnalah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri keadaan kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya
Allah menyukai orang0orang yang berbuat baik”.(Q.S Al-baqarah:195)
“Dan
jangnalah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”(QS An-Nisa:29)
“Dan
tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan jangan menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran.”(QS Al-Maidah:2)
Kasus
kedua: penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain yang masih hidp
yang tidak mengakibatkan kematian seperti organ ubuh ganda diantaranya ginjal
atau kulit atau dapat juga dikategorikan disini praktek donor darah.
Pada
dasarnya masalah ini diperoleh hanya harus memenuhi syarat-syarat berikut dalm
prakteknya yaitu:
1.
Tidak
akan membahayakan kelangsungan hidup
yang wajar bagi donaur jaringan/organ karena kaidah hukum islam yang menyatakan
bahwa suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan resiko mendatangkan bahaya
serupa/sebanding.
2.
Hal
iu harus dilakukan oleh donatur dengan sukarela tanpa paksaan dan tidak boleh
diperjual belikan.
3.
Boleh
dilakukan bila memang benar-benar
transplantasi sebagai alternative peluang satu-satunya bagi penyembuhan
penyakit pasin dan benar-benar darurat.
4.
Boleh
dilakukan bila kemungkinan keberhasilan transolantasi tersebut peluangnya
optimis sangat besar.
5.
Namun
demikian, ada pengecualian dari semua kasus transplantasi yang diperbolehkan
yaitu tidak dibolehkan transplantasi buah zakar meskipun organ ini ganda karena
beberapa alasan sebagai berikut:
1.
Merusak
citra dan penampilan lahir ciptaan manusia.
2.
Mengakibatkan
terputusnya keturunan bagi donatur yang masih hidup.
3.
Dalam
hal ini transplantasi tidak dinilai darurat dan kebutuhannya tidak mendesak.
4.
Dapat
mengacaukangaris keturunan. Sebab menurut ahli kedoktern, organ ini punya
pengaruh dalam menitiskan sifat keturunan.
Sesungguhnya
telah banyak fatwa dan konsensus mufakat para ulama dari berbagai muktamar,
lembaga, organisasi dan Institusi Internasional yang memperbolehkan praktek
transplantasi ini diantaraya adalah sebagai berikut:
A.
Konferensi
OKI (di Malaysia, April 1969 M) dengan ketentuan kondisinya darurat dan tidak
boleh diperjual belikan.
B.
Lembaga
fiqih Islam dari liga dunia Islam (dalam keputusan mudzakarohnya d Mekkah,
Januari 1985 M)
C.
Majelis
ulama Arab Saudi(dalam keputusannya No. 99 Tgl 6/11/1420 H)
D.
Panitia
tetap fatwa ulama dari Negara-negar Islam diantaranya seperti: Kekayaan
Yordania dengan ketentuan (syarat-syarat) sebagai berikut : 1. Harus dengan
persetujuan orang tua mayit/walinya atau wasiat mayit. 2. Hanya bila dirasa
benar-benar memerlukan dan darurat. 3. Bila tidak darurat dan keperluannya
tidak urgen atau mendesak, maka harus memberikan imbalan pantas kepada ahli
waris donatur (tanpa transaksi dan kontrak jual beli).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar